MISTERI JESSICA
Tingkah dan ekspresi terdakwa kasus dugaan pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jesisca Kumala Wongso saat membaca pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta pusat, Rabu 12 Oktober. pada sidang sebelumny, Jessica dituntut hukuman 20 tahun penjara oleh JPU, atas sangkaan menaburkan sianida ke dalam minuman Vietnamese Ice Coffe untuk Mirna.
Jessica Kumala wongso membacakan lembar demi lembar pledoi yang ditulisnya di hadapan majelis hakim PN Jakarta Pusat, Rabu, 12 oktober. Tanggisnya pecah saat mengenang Wayan Mirna Salihin dan bersumpah tidak menghabisi nyawa sahabatnya itu. Berikut Pledoi Jessica.
"Saya ada di sini karena saya dituduh meracuni teman saya Mirna. Saya tidak menyangka kalau pertemuan di tanggal 6 Januari tersebut adalah saat terakhir saya bertemu Mirna, apalagi saya dituduh membunuhnya."
Namun saya sadar kalau tidak ada yang luput dari kehendak Tuhan yang Maha Esa. Dan selama ini saya diberikan kekuatan yang sangat luar biasa untuk menghadapi cobaan ini.
Mirna adalah teman yang baik, karena Mirna memiliki sifat yang ramah, baik hati dan jujur dengan teman-temannya. Selain itu dia juga sangat humoris, kreatif, dan pandai. Walau kita jarang bertemu karena tinggal di negara yang berbeda tetap sangat muda untuk menghabiskan waktu berjam-jam bercanda dan mengobrol pada saat bertemu.
Tidak pernah terlintas di pikiran saya, bahwa Mirna datang dari keluarga yang siap menekan dan mengintimidasi siapapun yang mereka percaya telah berbuat hal yang buruk, walau tanpa penjelasan yang pasti. itu membuat saya berfikir, apakah meraka menjadi jahat karena kehilangan Mirna.
Bagaimanapun juga saya tidak membunuh Mirna, jadi seharusnya tidak ada alasan untuk memperlakukan saya seperti sampah. saya mengerti kesedihan mereka dan saya pun merasa sangat kehilangan, tapi saya pun dituduh membunuh yang saya tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan dengan kata-kata.
Sebelum kejadian, saya tidak mendapatkan firasat apapun yang menujukkan kalau hari itu akan mengubah hidup banyak orang. Semua hal yang saya lakukan dan tidak saya lakukan dibesar-besarkan, seuruh rakyat Indonesia menghakimi saya.
Semua tuduhan kejam berdasarkan tuduhan yang saya tidak mengerti. Tapi membuat semua orang percaya kalau saya seorang pembunuh. Keluarga saya dipojokkan dan kami dibuat sangat menderita.
Yang Mulia sulit untuk menjelaskan apa yang benar-benar saya rasakan atas kejadian ini. saya tidak tidak tahu harus berbuat apa. Apa benar ini gara-gara kopi tapi satu hal yang saya tahu dan yakinkan saya tidak menaruh racun di dalam kopi yang dimunim Mirna.
Seringkali saya berfikir apa ada hal yang bisa saya lakukan lebih baik di hari itu untuk mengubah semuanya. Pikiran ini membuat saya sangat sedih dan tertekan. Dalam waktu yang cukup lama saya tidak bisa berupaya untuk membelah diri. Walaupun kenyataan hidup saya sangat mengerikan tapi saya yakin kalau Tuhan mendengarkan doa saya karena ini doa orang benar yang tertindas.
Pada hari kematian Mirna, mimpi buruk saya dan keluarga saya dimulai. Sejak di rumah duka saya sudah dituduh menaruh sesuatu di kopinya Mirna. lalu polisi tanpa seragam dan identitas mulai berdatangan ke rumah. Bahkan keluarga sekitar terganggu.
Wartawan mulai datang ke rumah dan akhirnya saya tampil di media dan dicemooh. Setelah itu saya ditangkap di hotel dimana saya dituduh lagi mencoba untuk kabur. Padahal waktu itu, kami hanya mencari ketenangan dan kenyamanan yang tidak bisa didapatkan dirumah lagi. Untuk ke luar membeli makan saja sulit. Mulai hari penangkapan, tekanan dari polisi semakin terlihat. Mereka terus menerus menyuruh saya untuk mengaku dengan rekaman CCTV sebagai senjata.
Yang Mulia, tidak peduli seberapa berat, sedih, tertekan dan hancur, apapun dan siapapun tidak saya lakukan dan tidak mungkin akan saya lakukan.
Saya ditempatkan di satu sel yang ukurannya tidak lebih 1,5x2,5 meter. Saya diperingatkan kalau tahanan lain akan melakukan hal yang tidak baik terhadap saya, tidak ada satu barangpun yang saya miliki dan tidak boleh dikunjungi keluarga sampai lima hari ke depan.
Satu satunya benda yang ada disana, adalah sepotong pakaian kotor di lantai. Sewaktu saya berbaring di sana, saya menangis dan bertanya apakah saya sudah saya lakukan sehingga saya diperlukan seperti ini. Saya mencoba mencari orang lain, karena saya sangat takut berada disana. Saya tidak berani membayangkan bagaimana perasaan orang tua saya. Lalu saya coba mengintip dari satu-satunya celah untuk berkomunikasi, yaitu lubang kecil di pintu besi, tapi tidak ada seorang pun di sana.
Pada malam berikutnya, direktur pimpinan umum yang menjabat saat itu datang ke sel saya dan mengajak ke satu ruangan. Dengan disaksikan penjaga dari luar ruangan dia mulai berbicara dengan bahasa inggris, bahwa dia merendahkan harga dirinya untuk datang ke tahanan. Lalu dia meminta saya mengakui tuduhan yang diberikan kepada saya dengan dalih kalau sudah memeriksa rekaman CCTV.
Pada intinya, dia mau mengatakan kalau saya mau mengakui maka saya akan di vonis tujuh tahun bukan hukuman mati atau semumur hidup. Lalu saya kembali ke sel. Di sana saya berharap untuk bangun dari mimpi buruk ini dan berfikir kenapa mereka sangat yakin kalau saya menaruh racun di kopi tersebut. Saya benar-benar tidak mengerti apa maksud semua ini.
Pages:
1
2
3